Proyek INA
Proyek strategis nasional bertajuk Development and Improvement of Indonesian Aids to Navigation (INA-24), yang dibiayai melalui pinjaman lunak dari Korea Selatan, kini menjadi sorotan tajam.
Proyek yang semula digadang-gadang akan meningkatkan keselamatan pelayaran di Indonesia itu dinilai gagal dikelola oleh Kementerian Perhubungan dan terancam menjadi utang sia-sia yang membebani negara selama 40 tahun ke depan.
Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Iskandar Sitorus, menyebut proyek INA-24 kini seperti kapal tanpa kompas. Tidak hanya berjalan lamban, laporan pelaksanaannya pun dinilai minim transparansi, tidak akuntabel, dan mengindikasikan adanya pemborosan keuangan negara.
“Kita tidak sedang menonton drama Korea. Ini adalah drama keuangan negara yang nyata. Proyek ini harus segera diaudit karena menyangkut kredibilitas pemerintah dalam mengelola pinjaman luar negeri,” kata Iskandar, Kamis (12/6/2025).
Baca Juga: Korsel dan China Sepakat Perkuat Hubungan Ekonomi di Semenanjung Korea
Sebagai informasi, proyek INA-24 dimulai sejak 2016 setelah pemerintah Indonesia menandatangani perjanjian pinjaman luar negeri sebesar USD 95,53 juta atau setara sekitar Rp1,3 triliun dengan Pemerintah Korea Selatan melalui lembaga Economic Development Cooperation Fund (EDCF) yang dikelola oleh Export-Import Bank of Korea (KEXIM). Pinjaman tersebut memiliki bunga sangat rendah sebesar 0,15% per tahun, masa tenggang 10 tahun, dan pelunasan selama 40 tahun.
Pelaksanaan proyek diserahkan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Hubla), Kementerian Perhubungan. Tujuannya adalah membangun serta memodernisasi sarana bantu navigasi pelayaran seperti mercusuar, rambu suar, radar AIS, dan sistem kontrol pelayaran terintegrasi. Namun hingga akhir 2021, proyek ini belum menunjukkan kemajuan berarti.
Iskandar menjelaskan bahwa pelaksanaan proyek mandek karena sejumlah faktor, antara lain perencanaan yang tidak mempertimbangkan kondisi cuaca ekstrem, rendahnya kinerja kontraktor, keterlambatan dalam pengadaan barang dan jasa, serta permasalahan pembebasan lahan di beberapa lokasi pembangunan sarana bantu navigasi laut.
Namun yang paling disayangkan adalah lemahnya pelaporan dan pengawasan. Sejauh ini, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum pernah merilis laporan hasil pemeriksaan (LHP) tematik terkait proyek INA-24. Padahal, laporan pengelolaan pinjaman luar negeri di lingkungan Kemenhub dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu mencatat adanya sejumlah kejanggalan.
“Pelaporan pelaksanaan proyek tidak lengkap, Kementerian Perhubungan tidak menyerahkan laporan triwulanan sebagaimana disyaratkan dalam perjanjian pinjaman. Ada pula risiko pengakuan aset negara atas proyek yang belum selesai meskipun anggaran telah diserap,” jelas Iskandar.
Menurutnya, hal ini dapat melanggar Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dua undang-undang tersebut mengamanatkan prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam setiap pengelolaan anggaran negara, termasuk dana pinjaman luar negeri.
Iskandar juga menilai sejumlah regulasi lain yang menjadi dasar pelaksanaan dan pengawasan proyek tersebut belum dijalankan secara maksimal. Di antaranya adalah Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri, Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Permenkeu No. 231 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Pinjaman dan Hibah, serta Permenhub No. 89 Tahun 2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.
Untuk itu, Indonesian Audit Watch menyampaikan lima rekomendasi kepada pemerintah. Pertama, BPK diminta segera melakukan audit khusus atas proyek INA-24, baik audit kinerja maupun kepatuhan terhadap regulasi pinjaman luar negeri. Kedua, Kementerian Perhubungan harus mempublikasikan laporan kemajuan proyek secara transparan, mencakup hasil, dampak, dan tantangan teknis di lapangan.
Baca Juga: Lee Jae-myung Menang, Korea Selatan Berpotensi Legalkan Penerbitan Stablecoin Berbasis Won
Ketiga, Kementerian Keuangan perlu menjelaskan skema pembayaran utang kepada publik, termasuk risiko fiskal dan manfaat proyek secara ekonomi. Keempat, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap kontraktor yang terbukti berkinerja buruk, termasuk kemungkinan pemutusan kontrak dan memasukkannya dalam daftar hitam. Kelima, dokumentasi perjanjian pinjaman dan laporan pertanggungjawaban proyek harus segera dibuka kepada publik melalui laman resmi pemerintah.
Dia menambahkan dengan peringatan keras bahwa bila proyek ini terus terkatung-katung, maka bukan hanya keselamatan pelayaran yang terancam, tetapi juga arah kebijakan fiskal nasional bisa kehilangan arah.
“Tujuan awal proyek ini sangat mulia, yaitu menjadikan laut Indonesia lebih aman dan efisien. Tapi niat baik saja tidak cukup. Jika pemerintah tidak segera bertindak, proyek ini akan menjadi beban jangka panjang tanpa hasil nyata bagi rakyat,” pungkasnya.
-
Perairan Kepri Masih Jadi Primadona Jalur Narkoba InternasionalGanjar: Kekuasaan Punya Kecenderungan untuk KorupJelang Water World Forum KeINTIP: Makanan Wajib untuk Anak agar Tumbuh Tinggi dan CerdasJelang 140 Hari Akhir Pemerintahan, Jokowi Rombak Pimpinan Otorita IKNSingapura Dihantam Gelombang Baru Covid, Sepekan Capai 25 Ribu KasusSejarah Hari Teh Internasional, Minuman Kesayangan Sejuta UmatJelang Water World Forum KeTerbukti Korupsi di Proyek Tol MBZ, Sofiah Balfas Divonis 4 Tahun Penjara dengan Status Tahanan KotaKasus Dugaan Korupsi Gubernur Sultra Masuk ke Tahap Penuntutan
下一篇:Sengketa Pileg di MK, Papua Paling Banyak Masalah
- ·DPP Projo Segera Gelar Kongres, Akankah Jadi Partai Politik?
- ·Catat Tips Olahraga ala Ariel NOAH Ini, Katanya Tak Perlu yang Berat
- ·FOTO: Pendaki Nepal dan Inggris Pecah Rekor Terbanyak Puncaki Everest
- ·Mabes Polri Pastikan SPDP 2 Pimpinan KPK Benar Adanya
- ·Bahlil Minta Kader Golkar Sukseskan Program Prabowo
- ·30.878 personel Polisi Bakal Pindah Secara Bertahap ke IKN
- ·Usai Viral, KPU Sebut Pengiriman Surat Suara Pemilu 2024 oleh PPLN Taipei Tidak Sesuai Prosedur
- ·Jadwal dan Tema Debat Capres
- ·BMKG Ungkap 12 Daerah di Indonesia Akan Diterpa Hujan Lebat Hari Ini, Hati
- ·5 Manfaat Bercinta di Pagi Hari, Bikin Daya Ingat Makin Kuat
- ·Kenapa Anak SD Bisa Tinggi Sampai Dua Meter? Ini Penjelasan Dokter
- ·Ke Mana Perginya Bangkai Pesawat yang Sudah Tidak Terpakai?
- ·BBTN Bocorkan Rencana Usai Resmi Caplok Bank Victoria Syariah
- ·KLHK Akui Belum Terima Pelimpahan Kasus Penembakan Burung Kuntul
- ·Tingkatkan Wawasan Dokter, Grup RS Siloam Gelar Simposium Uro
- ·Tak Boleh Tidur Sebelum Pesawat Lepas Landas, Apa Alasannya?
- ·Udah Gak Bersyarat Lagi, Habib Rizieq Bakal Bebas Murni Besok
- ·Terbentuk di 33 Provinsi, Tim Hukum Nasional AMIN Bertugas Awasi Pilpres 2024
- ·Kolaborasi Garuda Indonesia
- ·Batal Ke NTB, Mahfud Md Disarankan Dokter untuk Istirahat
- ·Rieke Kembali Menyoroti Empat Pulau di Sumatra Potensi Dirusak Lagi oleh Tambang
- ·Dermaster Perkenalkan Perawatan Holistik Melalui Tes Genetik Dermagene
- ·Wanita Hati
- ·Rawan Kontaminasi, IDAI Tak Rekomendasikan Pemberian ASI Bubuk
- ·Semua Penumpang dan Awak Boeing 787 Air India Dinyatakan Tewas
- ·Tembok Rumah Lembap dan Mengelupas? Ini 5 Cara Mengatasinya
- ·Kejagung Limpahkan Kasus LPEI ke KPK, Agar Tak Terjadi Tumpang Tindih
- ·Perebutan Kursi Wagub, Gerindra Sodorkan Keponakan Prabowo, PKS Mau?
- ·Dermaster Perkenalkan Perawatan Holistik Melalui Tes Genetik Dermagene
- ·KPK Minta MK Perketat Aturan Remisi
- ·6 Bulan Bekerja, TGPF Novel Baswedan Gagal Ungkap Pelaku, Apalagi Aktor Intelektual
- ·Tiga Penyidik Dipolisikan, KPK Siapkan Tim Pendamping Hukum
- ·Tak Perlu Takut, Dokter Beberkan Kiat Aman Cabut Gigi
- ·FOTO: Gerak
- ·APSyFI Usul Bea Masuk Anti
- ·KPU Teguran Gibran Saat Debat Capres Pertama, Hasyim Asy'ari: Jangan Terulang Lagi