时间:2025-05-30 23:02:07 来源:网络整理 编辑:焦点
Warta Ekonomi, Malaysia - Napolean Royal Ningkos tak bisa lagi menyembunyikan kejengkelannya setelah quickq官方app
Napolean Royal Ningkos tak bisa lagi menyembunyikan kejengkelannya setelah Kamis pekan lalu, Uni Eropa mengumumkan detil kategori resiko negara terkait aturan European Deforestation Regulation(EUDR).
"Malaysia masuk dalam kategori resiko standar. Ini berarti, kami petani swadaya akan terkena imbasnya," Presiden Asosiasi Pekebun Kelapa Sawit Dayak Sarawak (DOPPA) Malaysia ini merutuk.
Kepada wartaekonomimalam ini, lelaki 54 tahun ini mengatakan bahwa Uni Eropa tidak adil dan telah gagal memperhitungkan dampak negatif pencantuman resiko itu terhadap petani swadaya yang notabene penduduk asli di Sarawak.
Yang membuat Napolean semakin tidak senang, Uni Eropa malah mengandalkan informasi yang salah yang didapat dari pihak ketiga.
Doktor Filsafat Selinus University of Science and Literature ini pun menyodorkan data bahwa di Sarawak, ada 48 ribu petani swadaya yang memasok Tandan Buah Segar (TBS) kepada 85 pabrik yang ada di sana.
DOPPA khawatir, gara-gara aturan itu, pabrik perusahaan yang memasok pasar Uni Eropa akan memutus hubungan dengan para petani swadaya ini.
"Perusahaan perkebunan besar yang mapan mungkin punya kemampuan lah untuk menyodorkan bukti ketertelusuran perkebunan sawitnya. Tapi kalau akan mengumpulkan dokumen yang sangat banyak, khususnya dari para petani swadaya, belum tentu mereka mau," katanya.
Sementara kata Napolean, semua lahan pertanian petani swadaya di Sarawak adalah lahan yang sudah dikelola secara turun temurun.
Artinya, areal yang sudah ditanami ataupun yang akan ditanami setelah aturan kepatuhan itu berlaku akhir tahun ini, semuanya adalah lahan yang sudah dikelola sejak lama.
Itulah makanya Napolean tidak senang bila Uni Eropa seenaknya saja memakai pemetaan satelit untuk memantau kepatuhan terhadap aturan deforestasi itu.
"Pemetaan satelit itu tidak benar. Sebab bisa saja aktivitas di lahan kosong yang ditumbuhi tanaman liar dianggap sebagai deforestasi baru," ujarnya.
Menurut Napolean, Uni Eropa harus tahu bahwa Suku Dayak Asli di Sarawak sebagian besar adalah petani subsisten yang mempraktikkan penanaman berpindah-pindah sebelum beralih ke penanaman kelapa sawit pada tahun 1990-an.
Dan petani asli di Sarawak hanya dapat mengolah tanah mereka untuk kelapa sawit, karet atau kakao setelah sertifikat tanah diberikan berdasarkan Undang-Undang Tanah Sarawak yang mengakui Hak Adat Asli (NCR) sebagai kepemilikan tanah yang sah.
DOPPA Tuntut Petani Swadaya Dikecualikan
Napolean menjelaskan pentingnya kepatuhan terhadap Undang-Undang Tanah Sarawak terkait dengan Peraturan Deforestasi Uni Eropa.
“Dasar untuk memperoleh sertifikat tanah berdasarkan Hak Adat Asli adalah bahwa nenek moyang kami harus telah mengembangkan tanah tersebut. Tidak ada hutan yang ditebang untuk perkebunan kelapa sawit, kakao atau karet yang menjadi target Uni Eropa," tegasnya.
Itu makanya kata Napolean, TBS yang diproduksi oleh petani swadaya Suku Dayak Asli di Sarawak adalah contoh terbaik dari pasokan tanpa deforestasi.
Lantaran itu menurut Napolean, petani Dayak Pribumi di Sarawak harus diberikan pengecualian agar mereka tidak dikecualikan dari pasar Uni Eropa.
Ini menjadi satu-satunya cara untuk memastikan bahwa peraturan Uni Eropa tidak menghukum petani pribumi yang tidak dapat menanggung beban semua peraturan Uni Eropa tentang impor.
Indonesia sendiri juga bernasib sama dengan Malaysia, sama-sama diganjar resiko standar. Ini berarti, nasibnya akan sama dengan para petani sawit di Sarawak.
Padahal, mayoritas petani sawit swadaya di Indonesia, telah mengusahai lahannya jauh sebelum tahun 2020, yang menjadi tenggat deforestasi versi Uni Eropa itu.
Pesta Crazy Rich, Istri Mukesh Ambani Pakai Kalung Zamrud Rp950 Miliar2025-05-30 22:52
Daftar Minuman yang Bisa Menurunkan Risiko Kanker2025-05-30 22:18
Orang Kaya Ramai2025-05-30 22:14
Geger! Hary Tanoe Digugat CMNP, Hotman Paris Buka Fakta Baru2025-05-30 21:40
Polisi Seret dan Banting Mahasiswa, PKS: Apapun Alasannya, itu Pelanggaran Berat2025-05-30 21:35
Legal Clarification and Commitment of Our Client, JTA Investree Doha Consultancy LLC2025-05-30 21:23
Tak Hanya Tarif Trump, Daya Produksi China Turut Menjadi Biang Masalah Ekonomi Dunia2025-05-30 21:20
Terdaftar atau Tidak? Cek NIK KTP Penerima Bansos PKH BPNT 2025 Sekarang Juga!2025-05-30 21:11
Selain GBK, Danantara Juga akan Kelola Kawasan TMII2025-05-30 20:54
Istana: Pemerintah Kaji Kebijakan Dedi Mulyadi Soal Masukkan Anak Bermasalah ke Barak Militer2025-05-30 20:22
30 Ucapan Cap Go Meh 2024, Bahasa Mandarin dan Indonesia2025-05-30 23:01
Istana: Pemerintah Kaji Kebijakan Dedi Mulyadi Soal Masukkan Anak Bermasalah ke Barak Militer2025-05-30 22:49
Jangan Asal Pamer Boarding Pass Pesawat, Ada 5 Bahaya yang Mengintai2025-05-30 22:17
Tanggapi Kasus Oplosan Pertamax, Mantan Komut Pertamina Ahok Ajak Sidang Terbuka!2025-05-30 22:14
3 Keutamaan Puasa Nisfu Syaban, Dapat Syafaat dari Rasulullah SAW2025-05-30 22:06
Momen PM Australia Beri Kalung Syal untuk Bobby Kucing Prabowo2025-05-30 22:01
Jadi Saksi Sidang, Penyelidik KPK Yakin Hasto Aktor Intelektual2025-05-30 21:29
Prabowo Tegaskan Pemerintahannya Tak Anti Kritik2025-05-30 20:49
Direksi Emiten Tekstil Asia Pacific (POLY) Putuskan Mundur2025-05-30 20:37
Anggi Arando Siregar: Penghapusan Utang Nelayan dan Petani Adalah Napas Baru dari Presiden Prabowo2025-05-30 20:27